Bunga Merah di Pesta Pemakaman Cinta
Aula Emas berkilauan di bawah ratusan lilin, namun sinarnya tak mampu menghangatkan udara dingin yang menyelimuti perjamuan malam itu. Setiap wajah yang hadir, tersembunyi di balik topeng kesopanan, adalah peta tersembunyi intrik dan ambisi. Kaisar baru saja mangkat, meninggalkan takhta yang siap diperebutkan. Di tengah kerumunan para pejabat dengan tatapan tajam dan bisikan pengkhianatan di balik tirai sutra, berdirilah Putri Mei Hua.
Mei Hua, dengan gaun sutra merah menyala yang kontras dengan warna pucat wajahnya, bagaikan setangkai bunga merah di tengah pesta pemakaman cinta dan kesetiaan. Di sampingnya, berdiri Pangeran Wei, putra mahkota yang diunggulkan. Tatapan mereka bertemu, sebuah percakapan bisu yang hanya mereka pahami. Cinta mereka, terlarang dan berbahaya, adalah api kecil yang berusaha bertahan di tengah badai politik.
"Wei," bisik Mei Hua, suaranya nyaris tak terdengar di tengah gemuruh percakapan. "Kau tahu apa yang akan terjadi."
Wei menggenggam tangannya erat. "Aku akan melindungi mu, Mei Hua. Aku berjanji."
Janji. Kata itu terasa pahit di lidah Mei Hua. Di istana ini, janji hanyalah SENJATA. Wei mencintainya, dia tahu itu. Tapi Wei juga menginginkan takhta. Cinta mereka adalah permainan takhta, di mana setiap senyuman bisa menjadi jebakan, setiap hadiah bisa menjadi racun.
Hari-hari setelah pemakaman dipenuhi dengan intrik dan pengkhianatan. Wei sibuk mengamankan posisinya, sementara Mei Hua terkurung dalam istananya, menjadi pion dalam permainan kekuasaan yang kejam. Ia dipaksa menerima pinangan dari Jenderal Zhao, seorang panglima perang yang haus kekuasaan dan loyalitasnya dibutuhkan Wei.
Pada malam pertunangan, Mei Hua mengenakan gaun putih. Bukan putih kepolosan, namun putih yang melambangkan KEMATIAN. Di rambutnya, terselip setangkai bunga merah, pemberian dari Wei. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Di tengah pesta, saat Jenderal Zhao mengangkat gelas untuk bersulang, Mei Hua tersenyum manis. "Untuk masa depan," ucapnya, lalu meneguk anggurnya.
Beberapa saat kemudian, Jenderal Zhao jatuh ke lantai, kejang-kejang. Racun, cepat dan mematikan.
Wei menatap Mei Hua dengan ngeri. "Kau... apa yang kau lakukan?"
Mei Hua mendekat, senyumnya kini sedingin es. "Aku membalas cintamu, Wei. Kau mengira aku lemah, boneka dalam permainanmu. Tapi aku yang memegang kendali." Ia menunjuk bunga merah di rambutnya. "Racun ini, kau sendiri yang memberikannya padaku, Wei. Untuk 'melindungi' diriku, katamu. Sekarang, lihatlah apa yang kulakukan dengannya."
Saat para penjaga menyerbu masuk, Mei Hua mengangkat dagunya. "Aku bukan lagi Putri Mei Hua. Aku adalah Kaisar Wanita Mei Hua, dan aku akan memerintah dengan tangan besi."
Dia berdiri di atas mayat Jenderal Zhao, bayangan gelap dan elegan, lalu mengumumkan dengan suara lantang, "Kekaisaran ini akan dibangun di atas DARAH dan PENGKHIANATAN!"
Dan dunia pun terdiam, menantikan babak selanjutnya dari sejarah yang baru saja dimulai, di mana kelembutan seorang wanita berubah menjadi bara api yang membakar segalanya.
You Might Also Like: Jualan Kosmetik Bisnis Sampingan