Hujan abu menghiasi langit malam itu, sama kelabunya dengan hatiku. Aroma dupa cendana, terlalu kuat untuk menutupi aroma pengkhianatan yan...

Dracin Populer: Kau Mencium Tangannya, Tapi Menggenggamku Di Hati Dracin Populer: Kau Mencium Tangannya, Tapi Menggenggamku Di Hati

Dracin Populer: Kau Mencium Tangannya, Tapi Menggenggamku Di Hati

Dracin Populer: Kau Mencium Tangannya, Tapi Menggenggamku Di Hati

Hujan abu menghiasi langit malam itu, sama kelabunya dengan hatiku. Aroma dupa cendana, terlalu kuat untuk menutupi aroma pengkhianatan yang menguar di setiap sudut ruangan. Di tengah keramaian pesta pertunanganmu, mataku menangkap sosokmu. Kau, dengan setelan sutra keperakan yang membalut tubuhmu dengan begitu sempurna, tersenyum pada gadis yang kini resmi menjadi tunanganmu. Senyum yang dulu hanya untukku.

Dia, Lai Qing, gadis dari keluarga terpandang dengan tata krama sempurna, anggun dan dipuja. Gadis yang memenuhi semua kriteria yang diajukan keluargamu. Aku? Aku hanyalah Mei Lan, anak yatim piatu yang kau temukan di tepi jalan, yang kau ajarkan membaca dan menulis, yang kau janjikan bintang-bintang di langit.

Kau mencium tangannya. Ciuman itu begitu khidmat, begitu sakral. Namun, aku tahu. Aku tahu hatimu, meskipun kau menyangkalnya dengan seluruh sisa kesetiaanmu pada tradisi dan kehormatan keluarga. Dulu, kau pernah berkata, "Mei Lan, meskipun dunia menentang, hatiku hanya untukmu." Kata-kata itu kini terasa seperti duri yang menusuk jantungku berulang kali.

Malam itu, di bawah rembulan yang bersembunyi di balik awan kelabu, kau mencariku. Di taman belakang, di bawah pohon sakura yang dulu menjadi saksi bisu janji-janji kita. Kau mendekat, dengan tatapan penuh penyesalan yang tak mampu menyembunyikan cinta yang masih membara di matamu.

"Mei Lan, aku..." suaramu lirih, tertelan gemerisik dedaunan.

Aku mengangkat tanganku, menghentikan kata-katamu. "Jangan. Jangan katakan apa pun, Li Wei. Sudah terlambat." Air mataku, yang sejak tadi kutahan, akhirnya tumpah. Bukan karena sedih, bukan karena patah hati. Tapi karena KECEWA. Kecewa pada diriku sendiri, karena telah mempercayaimu.

Kau ingin meraihku, tapi aku mundur. Pandanganku tertuju pada cangkir teh di meja, cangkir teh yang sengaja kusiapkan untuk Lai Qing. Teh yang kuseduh dengan ramuan khusus. Ramuan yang akan membuat bibirnya membengkak, kulitnya memerah, dan impiannya tentang pernikahan sempurna hancur berkeping-keping. Alergi yang fatal, yang hanya aku yang tahu.

Seminggu kemudian, kudengar pertunanganmu dibatalkan. Lai Qing sakit parah. Keluarga LiWei tercoreng. Reputasi hancur. Kau, Li Wei, terpuruk.

Takdir memang aneh. Ia bekerja dengan cara yang halus, dengan keadilan yang tersembunyi. Ia tidak menghukummu dengan petir yang menggelegar, tapi dengan bisikan angin yang perlahan merobek setiap lapisan kebahagiaanmu.

Aku meninggalkan kota itu, membawa serta kenangan tentangmu, tentang cinta dan pengkhianatan. Meninggalkanmu dalam penyesalan yang abadi.

Apakah ini akhir dari kisah kita, Li Wei? Atau ini hanyalah permulaan dari dendam yang lebih mengerikan?

You Might Also Like: Drama Abiss Air Mata Yang Kumasak Jadi

0 Comments: