Awan mendung menggantung di atas Kota Terlarang, serupa dengan kelamnya hati Mei Lan. Dulu, ia adalah bunga teratai di taman kaisar, dipuja...

Drama Abiss! Tangisan Yang Mengalir Tanpa Sesal Drama Abiss! Tangisan Yang Mengalir Tanpa Sesal

Drama Abiss! Tangisan Yang Mengalir Tanpa Sesal

Drama Abiss! Tangisan Yang Mengalir Tanpa Sesal

Awan mendung menggantung di atas Kota Terlarang, serupa dengan kelamnya hati Mei Lan. Dulu, ia adalah bunga teratai di taman kaisar, dipuja karena kecantikan dan kecerdasannya. Kaisar, dengan janji cinta abadi dan kekuasaan yang tak terbatas, menjanjikannya dunia. Ia, dengan polosnya, memberikan hatinya. Namun, CINTA dan KEKUASAAN ternyata adalah dua sisi mata uang yang sama-sama berdarah. Kaisar, terbuai intrik istana dan nafsu politik, mencampakkannya. Ia kehilangan segalanya: cinta, keluarga, kehormatan. Ia ditinggalkan, hancur berkeping-keping bagai porselen yang terjatuh dari singgasana.

Mei Lan dibuang ke Kuil Dingin, tempat para selir yang tak terpakai menghabiskan sisa hidup mereka dalam kesunyian dan keputusasaan. Di sanalah, di tengah KEGELAPAN, ia menemukan kekuatan yang tak pernah ia duga. Rasa sakit menjadi pupuk bagi tekadnya. Luka-luka menjadi peta jalan menuju KEBANGKITAN. Ia tidak meratap, ia belajar. Ia tidak memohon, ia merencanakan. Setiap tetes air mata yang jatuh menjadi tinta untuk menulis naskah BALAS DENDAM yang anggun namun mematikan.

Ia mempelajari seni bela diri, strategi perang, dan ilmu racun dari para biksu dan tabib yang tersisih. Ia mengasah kecerdasannya bagai sebilah pedang. Mei Lan yang dulu, si teratai yang lembut, telah mati. Lahir Mei Lan yang baru, PHOENIX yang bangkit dari abu, matanya berkilau dengan ketenangan sedingin es.

Ketika akhirnya ia kembali ke istana, ia tidak berteriak, ia tidak mengamuk. Ia bergerak dengan ANGGUN bagai penari di atas panggung opera. Senyumnya manis bagai madu, tetapi tatapannya setajam belati. Ia memanipulasi, ia merayu, ia menghancurkan lawan-lawannya dengan KEHENINGAN yang mematikan. Satu per satu, mereka yang pernah merendahkannya, yang pernah mengkhianatinya, jatuh ke dalam perangkap yang telah ia siapkan dengan cermat.

Kaisar, yang kini renta dan menyesal, berlutut di hadapannya, memohon ampun. Mei Lan menatapnya tanpa ekspresi, hatinya tak lagi bergetar. Ia telah memaafkan, bukan demi kaisar, tetapi demi dirinya sendiri. Kebencian hanya akan meracuninya kembali.

Di puncak kekuasaan, Mei Lan tidak menjadi kaisar. Ia memilih jalan lain, jalan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah merasakan pahitnya penghianatan dan manisnya kebebasan. Ia meletakkan mahkota yang ditawarkan di atas meja, menatap langit senja, dan tersenyum tipis.

Karena kebebasan sejati adalah ketika seseorang menjadi raja atas dirinya sendiri, bukan atas orang lain…

You Might Also Like: Harus Baca Aku Pernah Jadi Bintang Di

0 Comments: